Minggu, 06 November 2011

Kehormatanmu, Wahai Saudaraku...(1)



Telah banyak tulisan atau pun buku yang membahas mengenai kewajiban seorang wanita untuk menjaga diri dan kehormatannya. Telah banyak juga artikel yang berisikan kewajiban seorang wanita menjadi manusia yang mulia dengan terus menjaga harga dirinya. Nasihat-nasihat yang ditujukan kepada wanita untuk menjaga ‘iffah (kehormatan diri) sering terdengar dan terucap dari para lelaki. Namun, tulisan ini tidak akan membahas cara agar seorang wanita menjaga diri, melainkan membahas arti kehormatan dan bentuk penjagaan diri seorang laki-laki.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (١)الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ (٢)وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (٣)وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (٤)وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (٥)إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (٦)فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (٧)
Sesungguhnya, beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang orang yang khusyu’ dalam shalatnya, orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari hal lain di balik itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Qs. Al-Mu’minun, 1–7)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan kita dalam sabdanya,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ
Tidaklah kutinggalkan suatu ujian yang lebih berat bagi laki-laki, melebihi (ujian terkait) wanita.” (Hr. Bukhari, no. 4808; Muslim, no. 2740; dari Usamah bin Zaid)
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
Sesungguhnya, dunia ini manis dan hijau. Allah menjadikan kalian sebagai pengatur di dalamnya secara turun temurun, lalu Dia melihat sikap kalian perbuat. Karena itu, berhati-hatilah kalian terhadap dunia, dan berhati-hatilah kalian terhadap wanita karena awal bencana yang menimpa Bani Israil adalah pada wanitanya.” (Hadits sahih; Hr. Muslim, no. 2742)
Telah jelaslah bagi kita, baik muslim maupun muslimah, bahwa seorang wanita itu dapat melemahkan iman seorang laki-laki. Wallahu a’lam.
Meski begitu, pernahkah kita berpikir dan merenungi bahwasan seorang laki-laki pun dapat menjadi fitnah (ujian, ed.) untuk seorang wanita? Memang, tidak ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seorang laki-laki dapat menjadikan fitnah bagi wanita, tetapi hendaknya seorang laki-laki menyadari bahwa di dalam kehidupan ini terdapat dua jenis insan: wanita dan laki-laki. Setiap sebab dan akibat tentulah memiliki koherensi atau kesinambungan satu sama lain. Apakah mungkin ada akibat tanpa ada sebab? Atau, sebaliknya? Wallahu a’lam.
Bagaimana bisa?
Penulis berikan contoh yang menggambarkan bahwa seorang lelaki muslim pun dapat menjadi fitnah bagi seorang muslimah. Jika ada seorang laki-laki dengan kemampuan ilmu yang tinggi, baik ilmu agama atau pun ilmu dunia (misalnya, kemampuan dalam bidang teknologi, dengan di dukung penampilan fisik yang menyejukkan mata, kefasihan dalam berbahasa, atau tingkat keuangan yang mencukupi), maka apakah semua ini akan berlalu begitu saja bagi seorang wanita? Tentu tidak, wahai lelaki muslim!
Seorang wanita itu juga memiliki hawa nafsu, layaknya seorang lelaki, walaupun tingkat hawa nafsunya tidak sebanding dengan laki-laki. Allahu a’lam.
Asy-Syaukani berkata, “Sebabnya adalah lelaki senang kepada wanita karena demikianlah ia telah diciptakan –memiliki kecondongan kepada wanita–. Demikian juga, karena sifat yang telah dimilikinya, berupa syahwat untuk menikah. Demikian juga, wanita senang kepada lelaki karena sifat-sifat alami dan naluri yang telah tertancap dalam dirinya. Oleh karena itu, setan menemukan sarana untuk mengobarkan syahwat yang satu kepada yang lainnya, sehingga terjadilah kemaksiatan.” (Nailul Authar, 9:231)
‘Iffah berlaku untuk lelaki maupun wanita
‘Iffah“, sebuah kata yang pernah atau biasa kita dengar. “Si Fulan adalah seorang yang ‘afif“ atau “Si Fulanah adalah seorang yang ‘afifah“ merupakan sebutan bagi lelaki dan wanita yang memiliki iffah. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan “‘iffah” itu?
Secara bahasa, “‘iffah“ adalah ‘menahan’. Adapun secara istilah, artinya ‘menahan diri sepenuhnya dari perkara-perkara yang Allah haramkan’. Dengan demikian, seorang yang ‘afif adalah orang yang bersabar dari perkara-perkara yang diharamkan, walaupun jiwanya cenderung mengarah kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah menjaga kesucian dirinya sampai Allah menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya.” (Qs. An-Nur:33)
Termasuk dalam makna “‘iffah” adalah menahan diri dari meminta-minta kepada manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
Orang yang tidak tahu tersebut menyangka bahwa mereka (orang-orang fakir) itu adalah orang-orang yang berkecukupan karena mereka ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta kepada manusia).” (Qs. Al-Baqarah:273)
Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa orang-orang dari kalangan Anshar pernah meminta-minta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka yang meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melainkan beliau berikan, hingga habislah harta yang ada pada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka ketika itu,
مَا يَكُونُ عِنْدِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَأَوْسَعَ مِنْ الصَّبْرِ
Tidak ada harta di sisiku yang tidak kuberikan kepada kalian. Sesungguhnya, barang siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, barang siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar, dan barang siapa yang merasa cukup dengan Allah –sehingga dia tidak meminta kepada selain-Nya– maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas selain daripada kesabaran.” (Hr. Al-Bukhari, no. 6470; Muslim, no. 1053)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk ta’affuf (menahan diri dari meminta-minta), qana’ah (merasa cukup), dan bersabar atas kesempitan hidup dan hal lainnya dari beragam kesulitan (perkara yang tidak disukai) di dunia.” (Syarah Shahih Muslim, 7:145)
Memang, usaha yang dilakukan untuk menjaga sebuah ‘iffah bukanlah usaha yang ringan. Perlu perjuangan jiwa yang sungguh-sungguh dengan meminta tolong kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan,
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk mencari keridhaan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al-Ankabut:69)
Bagi seorang wanita muslimah, menjaga diri dan kehormatan itu sangatlah penting, namun bukan berarti perkara ini tidaklah penting bagi para lelaki muslim. Bisa jadi, berawal dari tidak pandainya seseorang menjaga diri dan kehormatan akan muncul berbagai bahaya dalam diri orang tersebut, sehingga akhirnya seorang anak Adam terpelosok ke dalam kubangan maksiat. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor, misalnya: penyimpangan dalam penggunaan sarana telekomunikasi, seperti: telepon, internet, dan sejenisnya. Juga, maraknya peredaran majalah dan VCD porno, serta yang semisalnya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman,
لا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh untuk mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar.” (Qs. An-Nur:21)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (١٣٥)أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (١٣٦)
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu mereka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka; dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. Bagi mereka ada balasan berupa ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.” (Qs. Ali Imran:135–136)
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Seandainya orang yang berakal disuruh untuk memilih antara memenuhi keinginan nafsunya sesaat atau menghabiskan sisa umurnya dalam kerugian akibat mengikuti keinginan nafsu tersebut, pastilah orang itu memilih untuk tak akan pernah mendekati nafsunya tadi kendati ia diberi dunia dengan seluruh isinya. Hanya saja, karena mabuk untuk mengikuti hawa nafsu itu telah menghalangi untuk membedakan antara akal pikiran dan hawa nafsu.” (At-Taubah Wazhifatul ‘Umr, hlm. 213)
Bersambung, insya Allah ….
Penulis: Ummu Khaulah Ayu.
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Artikel www.muslimah.or.id

Sabtu, 05 November 2011

SEPULUH KARAKTER WANITA SHALEHAH




Muslimah shalihah yang berakhlak mulia memiliki beberapa karakteristik yang indah...
 
1. Bertakwa Kepada Allah SWT dan bisa menjaga dirinya, anak-anaknya, serta harta suaminya. Dalam AlQur’an Allah Berfirman yang maksudnya,“Sebab itu, maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dir ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah Memelihara mereka.”

(Q.S An Nisa’:34)


2. Ia memiliki sifat sabar. Ia bersikap tabah dalam menghadapi berbagai persoalan. Bahkan ia pandai menghibur suaminya yang sedang di rundung masalah. Bukannya malah merunyamkan suasana.


3. Ssenantiasa menjaga shalat 5 waktu. Sebagaimana maklum shalat 5 waktu adalah tiang agama. Muslimah yang menjaga shalatnya adalah sosok muslimah yang sendi-sendi keimanannya kokoh. Ia akan kuat menghadapi berbagai terpaan cobaan dan musibah. Muslimah seperti inilah yang bisa menjadi faktor kunci sukses suaminya.


4. Menjaga auratnya dengan baik. Ia tak mau keluar rumah kecuali seizin suaminya. Andaikata keluar, ia menutupi aurat yang menjadi kehormatannya serta suaminya. Allah SWT berfirman yang maksudnya, ”


Hai nabi. Katakanlah kepada isteri-isteri mu, anak-anak perempuammu dan isteri-isteri orang beriman “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal. Karera mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S Al Ahzab, 59)


5. Taat kepada suaminya, menghormatinya, mencintainya, menyayanginya. Selalu menampakkan wajah yang menyenangkannya. Selalu memberikan dukungan kepada suami baik dalam urusan pekerjaan atau ibadah. Tidak menghardik atau mengeluarkan kata-kata kotor kepadanya.


Tidak membicarakan aib-aibnya kepada wanita lain. Tak pernah ada niatan untuk menyakitinya. Ia senantiasa menlakukan perbuatan yang membuat ridha suaminya. Rasul SAW bersabda, “Tatkala seorang muslimah melaksanakan shalat 5 waktu, menunaikan puasa wajib dan mematuhi suaminya, maka ia akan memasuki surga Tuhannya.”

6. Bisa mengasuh dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebab mereka lebih dekat kepada anak-anak daripada suami yang lebih banyak keluar untuk bekerja. Seorang Muslimah Shalihah akan mengajarkan anak-anaknya membaca Al Qur’an, menanamkan rasa cinta kepada Nabi SAW beserta keluarganya.


Mendampingi mereka melewati masa kanak-kanak dengan lembut dan penuh cinta, menjauhkan merekan dari akhlak tercela. Dan tak kalah pentingnya, mengajarkan mereka rasa hormat kepada ayahnya.


7. Mampu menasehati suami yang sedang lalai dari ibadah dengan cara yang santun dan bijak. Ia bisa mengambil hati suaminya sebelum mengingatkannya. Cara demikian lebih bisa di terima suami ketimbang cara-cara langsung yang akan memperburuk situasi.

8. Memiliki prinsip hidup yang kuat. Ia tak mudah terpengaruh gaya hidup non islami yang sekarang ini gencar di budayakan oleh media massa. Sebagai muslimah ia harus tetap berpegang teguh pada ajaran Islam baik dari segi berpakaian, berprilaku dan lainnya. Ia pantang meniru lifestyle wanita non muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa meniru gaya hidup suatu kaum, berarti ia termasuk golongan tersebut.”

9. Ia mampu menjaga penglihatannya dan kehormatannya. Ia tak mau memandang laki-laki selain suaminya. Kehormatannya di jaga mati-matian demi suaminya. Ia bersolek hanya untuk suaminya. Ini merupakan gambaran Bidadari Syurga.

Allah SWT berfirman.. Yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An Nuur:31)

10. Bersikap wara’. Ia tak mau mengkonsumsi makanan-makanan yang haram ataupun yang syubhat. Demikian pula ia menjaga suami dan anak-anaknya dari hal tersebut. Ia faham betul bahwa dari makanan yang baik dan halal akan lahir pula kepribadian-kepribadian yang baik. “Kuatnya agama adalah sikap wara’.” demikian sabda Nabi SAW.

Rasulullah SAW dalam sabdanya,

“Dunia seluruhnya adalah perhiasan, dan perhiasan yang terindah adalah wanita yang shalihah.”

...semoga semua para wanita bisa mengambil pelajaran dari apa-apa yang telah saya sampaikan.. jadikanlah masa lalumu adalah pelajaran dalam kehidupanmu...

♫•*¨*•.¸ﷲ¸.•*¨...*•♫♥:♫*ღ♥☆♥ღ* •*¨*• *ღ♥☆♥ღ*♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ•♫
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. Ahlan Wa Sahlan.. Buat Akhi Wa Ukhti yang ingin TAG or SHARE PICT'a..di persilahkan "BEBAS" ... Silahkan Bantu sahabat'' lain ngETaG ya ^___^ (¯`v´¯)♥ `·.¸.·``(´'`v´'`)♥ Smoga artikel ini memberikan manfaat... ...♥♥...♥`•.¸.•´♥ .¸.•´¸.•*¨♥♫♥ SALAM UHIBBUKUM FILLAH ♥ Aamiin ya Robbal 'alamiin ♥♫♥ (¯`v´¯)♥♥♥:♫*ღ☆ღ*¨*¤¤*¨*ღ☆ღ*♥.
☆ღ*¤*ღ☆♥*ღ☆ღ*¨*¤*¨*ღ☆ღ*♥♫♥♫• `·.¸.·¸.·¸.·´

Jumat, 04 November 2011

Siapa Saja Mahram itu?


               Ada beberapa pertanyaan yang masuk seputar permasalahan muhrim, demikian para penanya menyebutnya, padahal yang mereka maksud adalah mahram. Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah , mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah , mimnya di-fathah.
Mahram dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar bersamanya, boleh boncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.
Mereka kita bagi menjadi tiga kelompok. Yang pertama, mahram karena nasab (keturunan), kedua mahram karena penyusuan, dan ketiga mahram mushaharah (kekeluargaan karena pernikahan).

Kelompok yang pertama ada tujuh golongan:

1.    Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
2.    Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
3.    Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
4.    Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
5.    Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
6.    Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
7.    Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Mereka inilah yang dimaksudkan Allah I:

              “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan…” (An-Nisa: 23)
Kelompok yang kedua juga berjumlah tujuh golongan, sama dengan mahram yang telah disebutkan pada nasab, hanya saja di sini sebabnya adalah penyusuan. Dua di antaranya telah disebutkan Allah I:

               “Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan”. (An-Nisa 23) 
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang wanita yang menyusui seorang anak menjadi mahram bagi anak susuannya, padahal air susu itu bukan milik dia melainkan milik suami yang telah menggaulinya sehingga memproduksi air susu. Ini menunjukkan secara tanbih1 bahwa suaminya menjadi mahram bagi anak susuan tersebut2. Kemudian penyebutan saudara susuan secara mutlak, berarti masuk di dalamnya anak kandung dari ibu susu, anak kandung dari ayah susu, begitu pula dua anak yang disusui oleh wanita yang sama, maka ayat ini dan hadits yang marfu’:

              “Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu ‘Abbas)
Keduanya menunjukkan tersebarnya hubungan mahram dari pihak ibu dan ayah susu sebagaimana tersebarnya pada kerabat (nasab). Maka ibu dari orang tua susu misalnya, adalah mahram sebagai nenek karena susuan dan seterusnya ke atas sebagaimana pada nasab. Anak dari orang tua susu adalah mahram sebagai saudara karena susuan, kemudian cucu dari orang tua susu adalah mahram sebagai anak saudara (keponakan) karena susuan, dan seterusnya ke bawah.
 
Saudara dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi karena susuan, saudara ayah/ibu dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi orang tua susu dan seterusnya ke atas.
Adapun dari pihak anak yang menyusu, maka hubungan mahram itu terbatas pada jalur anak keturunannya saja. Maka seluruh anak keturunan dia, berupa anak, cucu dan seterusnya ke bawah adalah mahram bagi ayah dan ibu susunya.

Hanya saja, berdasar pendapat yang paling kuat (rajih), yaitu pendapat jumhur dan dipilih oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikhuna (Muqbil) rahimahumullah, bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah yang berlangsung pada masa kecil sebelum melewati usia 2 tahun, berdasarkan firman Allah I:

               “Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuannya.” (Al-Baqarah: 233)
Dan hadits ‘Aisyah x muttafaqun ‘alaihi menerangakan bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah penyusuan yang berlangsung karena rasa lapar dan hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa (no. hadits 2150) bahwa suatu penyusuan tidaklah mengharamkan kecuali yang membelah (mengisi) usus dan berlangsung sebelum penyapihan.
Dan yang diperhitungkan adalah minimal 5 kali penyusuan, setiap penyusuan bentuknya adalah: bayi menyusu sampai kenyang (puas) lalu berhenti dan tidak mau lagi untuk disusukan (meskipun diselingi dengan tarikan nafas bayi atau dia mencopot puting susu sesaat lalu dihisap kembali).

Adapun kelompok yang ketiga maka jumlahnya 4 golongan sebagai berikut:

1.    Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas berdasarkan surat An-Nisa ayat 22.
2.    Istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa ayat 23.
3.    Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas berdasarkan An-Nisa ayat 23.
4.    Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah)3, cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib, dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa ayat 23.

Golongan 1, 2 dan 3 menjadi mahram hanya dengan sekedar akad yang sah meskipun belum melakukan jima’ (hubungan suami istri), adapun yang keempat maka dipersyaratkan terjadinya jima’ bersama dengan akad yang sah , dan tidak dipersyaratkan rabibah itu harus dalam asuhannya menurut pendapat yang paling rajih yaitu pendapat jumhur dan dipilih oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t.
Dan mereka tetap sebagai mahram meskipun terjadi perceraian atau ditinggal mati, maka istri bapak misalnya tetap sebagi mahram meskipun dicerai atau ditinggal mati, rabibah misalnya tetap merupakan mahram meskipun ibunya telah meninggal atau diceraikan, dan seterusnya.
Selain dari apa yang disebutkan di atas maka bukan mahram, jadi boleh seseorang misalnya menikahi rabibah bapaknya atau menikahi saudara perempuan dari istri bapaknya dan seterusnya.
Begitu pula saudara perempuan istri atau bibi istri, baik karena nasab maupun karena penyusuan maka bukan mahram, tidak boleh safar berdua dengannya, boncengan sepeda motor dengannya, tidak boleh melihat wajahnya, berjabat tangan, dan seterusnya dari hukum-hukum mahram tidak berlaku padanya. Akan tetapi tidak boleh menikahinya selama saudaranya atau keponakannya itu masih sebagai istri sampai kalau seandainya dia dicerai atau meninggal maka baru boleh dinikahi. Hal ini berdasarkan firman Allah I:

              “Dan (haram atasmu) mengumpulkan dua wanita bersaudara sebagai istri (secara bersama-sama).” (An-Nisa: 23)
Dan hadits Abu Hurairah z muttafaqun ‘alihi bahwa Rasulullah r melarang mengumpulkan seorang wanita dengan bibinya sebagai istri secara bersama-sama. Wallahu a’lam bish-shawab. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir As-Sa’di, Asy-Syarhul Mumti’, 5/168-210)

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=162

Kamis, 03 November 2011

IJINKAN AKU MENJADI BIDADARI SURGA-MU








Bismillahirrahmanirrahim..

Ukhti, pernahkan dalam hatimu terbersit untuk menjadi bidadari dunia bahkan akhirat? Menjadi bidadari yang dicari insan shaleh untuk menemaninya menggapai surga? Menjadi seorang wanita anggun nan jelita namun sulit digenggam laki-laki yang tak halal baginya?

Terbayang di pelupuk mata, surga yang dijanjikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menantikan para bidadari dunia untuk segera memasukinya. Tak diindahkannya duniawi dengan segala kemewahannya yang selalu membawa pada kelalaian apalagi dunia. Tak maukah saudariku menjadi salah satunya?

Ukhti, betapa berat menjadi bidadari di surga-Nya bagi mereka yang enggan menjalankan aturan-aturan yang ditetapkan-Nya. Namun begitu mudah bagi mereka yang dengan segenap hatinya mengabdikan dirinya untuk Robb dan Rosul-Nya.

Bila ia belum bersuami, maka ia dengan penuh keikhlasan mengabdi pada orang tuanya, tak lupa aurat ditutupnya, kehormatan diri dijaganya, ini semua demi Dzat yang memberikannya kehidupan di dunia.

Namun jika ia sudah bersuami, bergembiralah hatinya untuk berbakti pada suami, ia tak lupa untuk menjaga kehormatan dan harta suaminya. Ia selalu meminta ijin pada suami bila harus keluar rumah dan tentu saja ia akan mentaati perintah suami selama tidak melanggar ketetapan Robbnya.

Aku yakin, kaulah salah satu dari mereka saudariku muslimah.

Sungguh surga yang dijanjikan-Nya akan selalu menanti kehadiranmu ukhti, jika engkau tak berputus asa atas ketetapan-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan selalu bersamamu, apabila engkau mau bersabar dan istiqomah di jalan Nya.

Betapa bahagianya bila engkau sudah dapat memindahkan kehidupan surgawi ke dalam jiwamu, maka kau enggan melihat keindahan duniawi yang diliputi kemaksiatan. Matamu, telingamu, lidahmu, tanganmu, kakimu, selalu kau jaga demi harapanmu pada Robbmu.

Yaa Robb.. Ijinkan aku menjadi bidadari surga-Mu
Tak mampu bila jiwa ini harus mengenal panasnya api neraka-Mu..
Tak sanggup bila aku harus jauh dari-Mu..

Yaa Robb..Ijinkan aku menjadi bidadari surga-Mu..
Kuatkanlah imanku..kokohkanlah jiwa ini di jalan-Mu..
Dengan Rahmat-Mu, ku mohon pertolongan-Mu..

Wallahu a’lam bish shawwab

Rabu, 02 November 2011

SEBAIK-BAIK PERHIASAN




Dunia adalah perhiasan 
Emang indah sih di pandang mata
Tetapi seorang wanita sholehah
Sebaik perhiasan yang menghiasi alam

     Dunia emang perhiasan
     Tapi sebentar nanti ia kan terhempas
     dihempas masa...
     dihempas zaman...

Wanita sholehah...
Ia tak mudah dihempas waktu
Ia tetap tegar dengan pendirian

Wanita sholehah...
Ia tak gampang mengikut zaman
Karena terbalut dengan ilmu yang memuliakan dia

Lihatlah mereka wanita-wanita, yang tak mau memuliakan dirinya
lihatlah akhir dari perjalanan hidupnya, yang hanya sekedar kenangan yang tanpa makna
Mereka mudah goyah...
Mereka tak punya pendirian

   Wahai wanita yang mau mulia, dan mau dimuliakan oleh Islam yang mulia ini
   Inginkah kau ku bisikan sesuatu ditelingamu,untuk engkau bisa menjadi perhiasan yang tak bernilai?

Tutuplah auratmu,jagalah dirimu
Hiasilah dirimu dengan akhlak islam yang telah mengaturmu
Dan bakarlah semangatmu dengan memilih  teman-teman yang baik bagimu
Serta kokohkan imanmu dengan menghadir majelis-majelis ilmu yang selalu menenangkan hatimu